
Pada
awalnya untuk pengawetan makanan digunakan es atau salju sejak 1000
tahun sebelum masehi. Pada tahun 1850 mulai dipakai mesin pendingin yang
memakai kompressor dengan bahan pendingin udara. Kemudian dipakai bahan
pendingin amonia, keburukannya beracun, sampai akhirnya di temukan
bahan pendingin freon yang lebih aman dan digunakan sampai sekarang.
Di wilayah dengan kelembaban udara yang rendah, seperti Timur Tengah,
sejarah pendinginan dimulai dengan pendinginan evaporatif, yaitu dengan
menggantungkan tikar basah di depan pintu yang terbuka untuk mengurangi
panasnya udara dalam ruangan. Pada abad ke-15, Leonardo da Vinci telah
merancang suatu mesin pendingin evaporatif ukuran besar. Konon, mesin
ini dipersembahkan untuk Beatrice d’Este, istri Duke of Milan (Pita,
1981). Mesin ini mempunyai roda besar, yang diletakkan di luar istana,
dan digerakkan oleh air (sekali-sekali dibantu oleh budak) dengan
katup-katup yang terbuka-tutup secara otomatis untuk menarik udara ke
dalam drum di tengah roda. Udara yang telah dibersihkan di dalam roda
dipaksa keluar melalui pipa kecil dan dialirkan ke dalam ruangan (Gambar
1-1).
Perkembangan teknik pendinginan selanjutnya masih terjadi secara tidak
sengaja, yaitu penggunaan larutan air-garam untuk mendapatkan suhu yang
lebih rendah. Menurut catatan Ibn Abi Usaibia, seorang penulis Arab,
penggunaan larutan air-garam ini sudah dilakukan di India sekitar abad
ke-4. Garam yang digunakan pada larutan tersebut adalah potasium nitrat,
sebagaimana dicatat oleh seorang dokter Italia bernama Zimara pada
tahun 1530 dan dokter Spanyol bernama Blas Villafranca pada tahun 1550.
Fenomena pencampuran garam pada salju untuk mendapatkan suhu lebih
rendah baru dapat dijelaskan oleh Battista Porta pada tahun 1589 dan
Trancredo pada tahun 1607.Teknik pendinginan mulai berkembang secara ilmiah sejak abad ke-17, dimulai dari penelitian tentang pemantulan melalui efek panas dan dingin yang dilakukan oleh Robert Boyle (1627-1691) di Inggris dan Mikhail Lomonossov (1711-1765) di Rusia. Selanjutnya, penelitian mengenai termometri yang dimulai oleh Galileo dikembangkan kembali oleh Guillaume Amontons (1663-1705) di Perancis, Isaac Newton (1642-1727) di Inggris, Daniel Fahrenheit (1686-1736) orang German yang bekerja di Inggris dan Belanda, René de Réaumur (1683-1757) di Perancis dan Anders Celsius (1701-1744) di Swedia. Tiga ilmuwan yang disebutkan terakhir merupakan penemu sistem skala pengukuran suhu, dan masing-masing namanya diabadikan pada sistem skala tersebut yaitu Fahrenheit, Reaumur dan Celsius. Setelah Anders Celsius menemukan termometer skala centesimal pada tahun 1742 di Swedia, disepakati bahwa sistem skala yang digunakan pada Sistem Internasional adalah Celsius.
Pada awal abad ke-18, William Cullen (1710-1790) menemukan terjadinya penurunan suhu pada saat ethyl ether menguap. Cullen, bahkan, pada tahun 1755 berhasil mendapatkan sedikit es dengan cara menguapkan air di labu uap. Murid dan penerus Cullen, yaitu seorang Scotland yang bernama Joseph Black (1728-1799) berhasil menjelaskan pengertian panas dan suhu, sehingga sering dianggap sebagai penemu kalorimetri. Bidang ini akhirnya dikembangkan dengan sangat baik oleh para ilmuwan Perancis, seperti Pierre Simon de Laplace (1749-1827), Pierre Dulong (1785-1838), Alexis Petit (1791-1820), Nicolas Clément-Desormes (1778-1841) dan Victor Regnault (1810-1878).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar